Adil Ka Talino Bacuramin Ka Saruga Basengat Ka Jubata,, arusss arusss.. Kami Rakyat Kalimantan Barat mohon pemerintah segera mengambil langkah guna menanggulangi bencana kabut asap, tolong kami

Jumat, September 24, 2010

ANALISA TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI TERHADAP PENYAMPAIAN SPT DI KOTA PONTIANAK

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak merupakan suatu upaya guna peningkatan pendapatan Negara yang di dalam implementasinya pajak di gunakan untuk pembiayaan APBN dan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik, pengertian pajak secara umumnya adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum Rochmat Soemitro (2002 : 25, Bohari). Dalam perjalanannya pajak telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi Negara sehingga pajak berpengaruh besar dalam rangka terselenggaranya tugas pemerintah.
Untuk lebih memperkokoh pondasi yang telah ada sehingga lebih kuat untuk pertama kalinya di adakan pembaharuan system perpajakan nasional melalui tax reform (reformasi perpajakan) sehingga melahirkan undang-undang perpajakan yang lebih bisa di pahami oleh masyarakat karena undang-undang yang sebelumnya dipandang tidak akomodatif lagi dan tidak sesuai dengan perkembangan jaman serta perekonomian nasional.
Pemerintah selama ini telah melakukan berbagai upaya untuk dapat meningkatkan perekonomian nasional guna melaksanakan arah pembangunan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia yang tidak hanya untuk memberikan kemakmuran dan kesejahteraan akan tetapi juga untuk memberdayakan masyarakat untuk serta dalam pembangunan tersebut.
Pembangunan adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus serta berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual, untuk merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan, maka dari itu pemerintah melakukan berbagai upaya untuk membiayai penyelenggaran pembangunan tersebut, salah satunya dengan mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau Negara adalah pembiayaan pembangunan dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri, salah satunya berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama, serta untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Seperti halnya wajib pajak orang pribadi di kota Pontianak yang harus taat melaporkan Surat Pemberitahuannya kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak tepat pada waktunya.
Kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan sangat berpengaruh pada pelaporan SPT Tahunan pada Kantor Pelayanan Pajak Pontianak yaitu terlihat pada pada tabel 1.1
Adapun perkembangan jumlah Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Pelaporan SPT Tahunan dapat dilihat pada tabel 1.1:
Tabel 1.1
Jumlah Wajib Pajak yang melaporkan SPT Tahunan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak
Tahun 2007 – 2009

No Tahun Wajib Pajak Terdaftar Wajib Pajak Yang Melaporkan SPT Persentase (%)
1 2007 29.789 8.430 28.29
2 2008 45.999 19.914 43.29
3 2009 96.023 17.494 18.21
Sumber : KPP Pontianak 2010
Berdasarkan tabel 1.1 di atas pada tahun 2007, jumlah Wajib Pajak yang terdaftar sebanyak 29.789 dari jumlah Pelaporan SPT sebanyak 8.430 atau tingkat Kepatuhan Wajib Pajak sebesar 28.29% kemudian pada tahun 2008 Wajib Pajak terdaftar sebanyak 45.999, dari jumlah Pelaporan SPT sebanyak 19.914 atau tingkat kepatuhan 43,29%, dan pada tahun 2009 jumlah Wajib Pajak terdaftar sebanyak 96.023 dari jumlah Pelaporan SPT sebesar 17.494 atau tingkat kepatuhan sebesar 18,21%.
Tabel 1.1 di atas pada tahun 2007 tingkat persentasenya adalah sebesar 28.29%, untuk tahun 2008 mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu sebesar 43.29%, tetapi pada tahun 2009 tingkat persentase kepatuhan Wajib Pajak kembali mengalami penurunan yang sangat signifikan yaitu sebesar 18.21%
Dengan melihat permasalahan yang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”ANALISA TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI TERHADAP PENYAMPAIAN SPT DI KOTA PONTIANAK ”.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah ” Analisa Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Penyampaian SPT Di Kota Pontianak ”.

C. Pembatasan masalah
Agar dalam pembahasan masalah tidak terlalu meluas dan tidak sesuai dengan masalah yang diangkat, maka penulis membatasi masalah hanya pada:
“Analisa Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Penyampaian SPT di Kota Pontianak Tahun 2009”.

D. Tujuan dan Manfaat penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Bagaimana Upaya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak Dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Melaporkan SPT Tahunan.
2. Untuk mengetahui Hambatan – Hambatan yang dihadapi oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak dalam meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Melaporkan SPT Tahunan Pajak Pengahasilannya.
3. Untuk mengetahui Bagian – Bagian Yang Terkait dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Melaporkan SPT Tahunan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak.

2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah :
1. Bagi Penulis
Dengan mencoba serta melakukan penelitian yang berupa kasus, ini sangat berguna bagi penulis karena penulis bisa mengaplikasikan ilmu yang selama ini penulis dapat dibangku kuliah, juga sebagai sarana dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang penulis miliki, serta melatih diri agar dapat berfikir secara ilmiah.
2. Bagi Akademisi
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penilaian studi akhir jurusan manajemen perpajakan.
3. Bagi Kantor Pelayanan Pajak
Sebagai sarana untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam rangka peningkatan kinerja dan pelayanan pada masa yang akan datang.

E. Tinjauan Literatur
1. Pajak
Pada zaman dahulu sewaktu bentuk pemerintahan masih bersifat kerajaan, pajak pada mulanya bukan merupakan pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan negara, seperti kebersihan, pembangunan jalan, pengairan, keamanan negara dan pembayaran gaji pegawai. Perkembangan berikutnya, setelah uang mulai digunakan sebagai alat untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari dan kebutuhan negara akan dana untuk melaksanakan pemerintahannya semakin membesar, maka pemberian-pemberian yang bersifat sukarela tersebut menjadi pemberian yang ditetapkan secara sepihak oleh negara dan dapat dipaksakan. Dengan demikian pajak yang semula merupakan persembahan secara sukarela dalam bentuk barang dan tenaga kerja berubah menjadi pungutan yang lebih bersifat wajib dalam bentuk uang. Setelah terbentuknya negara-negara nasional dan terpisahnya antara rumah tangga negara dengan rumah tangga pribadi raja, pemungutan pajak merupakan sumber penerimaan negara dan pemungutannya berdasarkan undang-undang dan akhirnya timbul berbagai macam definisi mengenai pajak.

Pengertian pajak menurut UU RI No 28 tahun 2007, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Pajak menurut Adriani (Siti Resmi, 2005:1), Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Sedangkan menurut Soemitro (Valentina S.Sumardiyanti, 2006:3), ’Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran untuk kepentingan umum’, Menurut Goode (1984:75) “A tax is a compulsory contribution to government made with our references to particular benefit received by taxpayer” (Pajak adalah suatu sumbangan yang bersifat wajib kepada pemerintah yang dibuat dengan undang-undang tertentu yang manfaatnya diterima oleh wajib pajak).

2. Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan Wajib Pajak di awali dengan adanya kesadaran Wajib Pajak mengenai kewajibannya dalam hal perpajakan. Kesadaran adalah factor yang berasal dari kemauan dan perubahan sikap Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan hak pajaknya.
Menurut Drs. Sri Nurmantu ( 2003 : 148 ), ada dua macam kepatuhan yaitu:
1. ) Kepatuhan Formal
Kepatuhan Formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan.
2. ) Kepatuhan Material
Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantive / hakekat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi juga kepatuhan formal, jadi Wajib Pajak yang memenuhi kepatuhan material dalam mengisi SPT Wajib Pajak Orang Pribadi adalah Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, baik dan benar SPT tersebut sesuai dengan Undang-undang PPh dan menyampaikannya ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum batas waktu yang di tentukan.

Kepatuhan dapat diwujudkan misalnya dengan penyuluhan, pelayanan, dan penegakan hukum yang dapat berupa pemeriksaan, penyidikan dan penagihan dengan menempatkan wajib pajak sebagai subyek yang dihargai hak-hak dan kewajibannya. Tingkat kepatuhan wajib pajak yang dimaksud dalam hal ini adalah kepatuhan wajib pajak efektif dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Kadang Wajib Pajak memang sengaja menghindari kewajiban perpajakannya dengan tidak menyampaikan SPTnya kepada KPP bahkan masih banyak Wajib Pajak yang melalaikan pajaknya yaitu menolak membayar pajak yang telah di tetapkan dan menolak memenuhi formalitas yang harus di penuhi olehnya.
Ada juga Wajib Pajak yang memberikan ketidakjelasan alamat kepada KPP sehingga SPT yang dikirimkan tidak diterima oleh Wajib Pajak yang bersangkutan akibatnya Wajib Pajak merasa tidak mempunyai kewajiban menyampaikan SPT Tahunan karena tidak menerima SPT tersebut.

3. Pengertian Sunset Policy
Sunset Policy adalah nama kebijakan dalam suatu undang-undang yang bersifat khusus dan berlaku untuk jangka waktu yang terbatas (hanya selama tahun 2008). Dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Sunset Policy dapat diartikan sebagai pemberian fasilitas perpajakan dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Undang-Undang KUP), Tujuan di adakannya Sunset Policy adalah Memberi kesempatan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk memperoleh fasilitas penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pembayaran pajak atau bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar. Adapun yang dapat memanfaatkan Sunset Policy adalah Orang Pribadi yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang dengan suka rela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun 2008, dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2007 atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Maret 2009.
Adapun syarat untuk mendapat fasilitas Sunset Policy adalah sebagai berikut:
- Tidak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Penyidikan, Penuntutan atau Pemeriksaan di Pengadilan atas Tindak Pidana di bidang perpajakan;
- Melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar dan kemudian menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

Wajib Pajak yang memanfaatkan Sunset Policy memperoleh keuntungan antara lain:
a. Sanksi Pajak berupa bunga atas keterlambatan pembayaran pajak masa lalu yang baru dibayar dalam periode Sunset Policy dihapuskan dengan cara tidak ditagih.
b. Data dan informasi yang diungkapkan Wajib Pajak dalam SPT atau pembetulan SPT Tahunan PPh sehubungan dengan pemanfaatan Sunset Policy, tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pemeriksaan, kecuali apabila ditemukan data konkrit yang menyatakan bahwa SPT yang disampaikan tersebut tidak benar.
c. Apabila Wajib Pajak sedang diperiksa dan pemeriksa belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kepada Wajib Pajak, pemeriksaan tersebut dihentikan.
d. Data dan/atau informasi yang tercantum dalam SPT atau pembetulan SPT Tahunan PPh terkait dengan pemanfaatan Sunset Policy tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas jenis pajak lainnya.

Disamping itu, Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah memiliki NPWP memperoleh juga manfaat berupa:
a. Terhindar dari pemotongan pajak yang lebih tinggi dari tarif yang seharusnya pada tahun 2009 dan selanjutnya, yakni untuk PPh Pasal 21 dipotong 20% labih tinggi dari tarif umum dan untuk pemotongan PPh Pasal 22 atau Pasal 23 dipotong 100% lebih tinggi dari tariff umum.
b. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan berangkat ke luar negeri, mulai tahun 2009 dibebaskan dari membayar Fiskal Luar Negeri.


4. Pengertian SPT
Surat Pemberitahuan ( SPT ) setiap wajib pajak mempunyai kewajiban untuk membayar pajak oleh karena itu untuk menyampaikan pajak tersebut dibutuhkan lembar Surat Pemberitahuan ( SPT ) khususnya SPT Tahunan, terutama untuk orang pribadi yang sudah bekerja dan mempunyai penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak atau yang biasa disebut PTKP.
Oleh karena itu sebagai sarana untuk menyampaikan dan melaporkan penghitungan dan pembayaran jumlah pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi ke Kantor Pelayanan Pajak maka wajib pajak khususnya orang pribadi memerlukan Surat Pemberitahuan guna mempermudah melaksanakan penyampaian dan pelaporannya. Untuk lebih jelas dibawah ini ada beberapa pengertian dari Surat Pemberitahuan.
Berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang – Undang Nomor 6 tahun 1983 ( Adriana, 2003 : 84 ) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang dimaksud dengan mengisi Surat Pemberitahuan adalah: “ mengisi Fomulir Surat Pemberitahuan dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan berdasarkan ketentuan, peraturan perundang-undangan perpajakan yang baru”.
Karena fungsi Surat Pemberitahuan merupakan sarana wajib pajak untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang terutang dalam pembayarannya. Maka wajib pajak sebaiknya juga menyerahkan dan melaporkan surat pemberitahuan beserta dokumen – dokumen lain yang di perlukan seperti jumlah penghasilan, jumlah peredaran, jumlah penghasilan kena pajak, jumlah kekurangan, dan kelebihan pajak, surat setoran pajak lampiran ke 3.
Menurut Resmi (2003 : 28) mendefinisikan bahwa, “Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan”. Fungsi Surat Pemberitahuan menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 pasal 3 ayat 1 adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :

a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak;
c. Harta dan kewajiban; dan/atau
d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan
b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/ atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. Yang dimaksud dengan mengisi Surat Pemberitahuan adalah mengisi formulir Surat pemberitahuan, dalam bentuk kertas dan/atau dalam bentuk elektronik, dengan benar,lengkap,dan jelas sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sementara itu, yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi Surat Pemberitahuan adalah:
a. Benar adalah benar dalam penghitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan sebenarnya.
b. Lengkap adalah memuat semua unsur – unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur – unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
c. Jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur – unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.
Surat Pemberitahuan yang telah diisi dengan benar,lengkap,dan jelas tersebut wajib disampaikan ke kantor Direktorat Jendral Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang di tetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.


5. Kewajiban Wajib Pajak
Sesuai dengan sistem self assessment, Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri, melakukan sendiri penghitungan pembayaran dan pelaporan pajak terutangnya.
Kewajiban Wajib Pajak menurut Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2000 adalah:
1 ). Mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP)
2 ). Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.
3). Mengambil sendiri Surat Pemberitahuan, mengisinya dengan benar dan memasukkannya sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah disiapkan.
4). Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan.
5). Jika diperiksa, wajib:
a). Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang dasarnya dan dokumen lain berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.
b). Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat/ruangan guna memperlancar pemeriksaan.

6. Hak Wajib Pajak
Wajib pajak selain mempunyai kewajiban juga mempunyai hak untuk mendapatkan kerahasiaan atas seluruh informasi yang telah disampaikan pada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Berkaitan dengan pembayaran pajak terutang,
Wajib Pajak berhak memperoleh :
1. Pengangsuran pembayaran, apabila wajib pajak mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak mampu untuk membayar pajak sekaligus.
2. Pengurangan PPh Pasal 25, apabila Wajib Pajak mengalami kesulitan keuangan dikarenakan usahanya mengalami kesulitan sehingga tidak mampu membayar angsuran yang sudah ditetapkan sebelumnya.
3. Pengurangan PBB, pemberian keringanan pajak yang terutang atas Objek Pajak.
4. Pembebasan Pajak, apabila wajib pajak mengalami musibah dikarenakan force mayeur seperti bencana alam. Dalam hal ini DJP akan mengeluarkan suatu kebijakan.
5. Pajak ditanggung pemerintah Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah
6. Insentif Perpajakan, untuk merangsang investasi
7. Penundaan pelaporan SPT Tahunan, Apabila Wajib Pajak tidak dapat menyelesaikan/menyiapkan laporan keuangan tahunan untuk memenuhi batas waktu penyelesaian, Wajib Paja berhak mengajukan permohonan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan paling lama 6 (enam) bulan.
8. Restitusi (pengembalian kelebihan pembayaran pajak), apabila wajib pajak merasa bahwa jumlah pajak atau kredit pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan Wajib Pajak tidak punya hutang pajak lain.
9. Keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan ke DJP. Apabila dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga,
10. Banding, Apabila hasil proses keberatan dirasa masih belum memuaskan Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.
11. Peninjauan Kembali, Apabila Wajib Pajak tidak/belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali.

Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan penagihan pajak, apabila jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan. Penyidikan Tindak Pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

7. Sanksi – sanksi
a. Sanksi Administrasi
Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah di tentukan maka akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp 100.000,00 sesuai dengan Undang – Undang No 28 Tahun 2007 Pasal 7 Tentang perubahan ketiga atas Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pembayaran denda tersebut dapat dilakukan sendiri oleh pemotong pajak dengan Surat Setoran Pajak tersendiri, terpisah dari Surat Setoran Pajak untuk pembayaran kekurangan pokok pajak.

b. Sanksi Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga yang dikenakan terhadap keterlambatan dan atau kekurangan penyetoran pajak termasuk karena pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan oleh Wajib pajak. Selain itu, apabila pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan lebih besar dari pajak yang terutang menurut penghitungan sementara pada waktu mengajukan permohonan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, maka atas selisihnya ( kekurangan pajak yang masih harus di setor ) dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% ( dua persen ) sebulan.
c. Sanksi Kenaikan
Apabila Surat Pemberitahuan Tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah di tentukan dalam Surat Teguran, maka di keluarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( SKPKB ) dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% ( seratus persen ) dari jumlah Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang kurang/ tidak di setor dalam satu tahun pajak.
d. Sanksi Pidana
a. Dalam hal pemotong pajak karena kealpaan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan atau melaporkan tetapi isinya tidak benar atau lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulka kerugian pada Pendapatan Negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.
b. Apakah pemotong pajak melakukan percobaan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling tinggi 4 kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau kompensasi yang dilakukan oleh pemotong pajak.
c. Dalam hal pemotong pajak dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dan atau surat keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atau tidak disetorkan pajak yang telah di potong atau dipungut sahingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dipidana penjara paling lama 6 ( enam ) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang , yang tidak jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.
8. Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi

Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi terdiri dari induk Surat Pemberitahuan dan lampiran – lampiran yang merupakan satu kesatuan sebagai unsure keabsahan Surat Pemberitahuan.
Induk Surat Pemberitahuan dan lampiran – lampiran masing – masing di beri Nomor, Kode, dan nama Formulir seperti terlihat pada tabel 1.2 berikut ini :



Tabel 1.2
Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan Tahunan
Wajib Pajak Orang Pribadi
No Kode Formulir Nama Formulir Keterangan
1. 1770 Surat Pemberitahuan Tahunan Penghasilan Wajib Orang Pribadi. Induk SPT
2. 1770-1 Penghitungan Penghasilan Neto Dalam Negeri Dari Usaha dan/atau Pekerjaan Bebas bagi Wajib Pajak yang Menggunakan Pembukuan. Lampiran 1
3. 1770-II Daftar Pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan yang di tanggung Pemerintah, Penghasilan Neto dan Pajak atas Penghasilan yang dibayar/dipotong/terutang di luar Negeri Lampiran II
4 1770-III Penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final, dikenakan pajak tersendiri penghasilan pengusaha tertentu serta penghasilan yang tidak termasuk objek pajak Lampiran III
5. 1770-IV Daftar harta dan kewajiban pada akhir tahun Lampiran IV






BAB II
METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Dalam penulisan ini bentuk penelitian yang dilakukan adalah “Metode deskriftif” yang berdasarkan pada penelitian lapangan (field research), yang didefinisikan sebagai suatu metode yang digunakan oleh penulis dengan menggambarkan atau mendefinisikan secara sistematis fakta-fakta atau karakteristik dari kejadian-kejadian yang terjadi dilapangan. (Hasan, 2002:22)
Metode deskriftif yang digunakan penulis bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidenfikasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi, dan menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan yang akan datang.

B. Lokasi Penelitian
Dalam mengumpulkan data penulis melakukan penelitian di Kantor Pelayanan Pajak Pontianak yang beralamat di Jalan Sultan Abdurrahman No.1 Pontianak Kalimantan Barat.



C. Sumber Data
Untuk memperoleh data dan informasi didalam penelitian ini penulis menggunakan 2 ( dua ) sumber data yaitu :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama khususnya informasi dan wawancara tanpa melalui orang lain.
2. Data Sekunder
Data Sekunder adalah Data yang diperoleh dari data yang tersedia dari pihak bersangkutan yang bersifat dokumen – dokumen.

D. Teknik Pengumpulan data
1. Teknik Wawancara
Menurut Hasan (2002:85) “Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh wawancara kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam”.
Suatu teknik yang digunakan dalam pengambilan atau pengumpulan data yang didapat penulis dengan cara mengadakan tanya jawab atau komunikasi secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait mengenai masalah yang diambil. Pada penulisan ini penulis menggunakan teknik wawancara tidak berstruktur dimana penulis tidak menggunakan daftar pertanyaan sebagai penuntun selama dalam proses wawancara.


2. Teknik Studi Kepustakaan
Suatu teknik pengambilan atau pengumpulan data yang digunakan penulis yang diperoleh dari buku-buku yang bersumber dari bahan-bahan literatur yang berkaitan dengan masalah yang diambil dalam penulisan tugas akhir sehingga dari teknik studi kepustakaan ini dapat menghasilkan data yang berupa teori-teori dan pendapat para pakar yang telah diterima dan diakui kebenarannya oleh masayarakat umum dengan ini penulis memanfaatkan teori-teori yang ada dibuku atau hasil penelitian lain untuk kepantingan penelitian dengan cara mengutip, mendalami, mencermati, menelaah, dan mengidenfikasikan pengetahuan yang ada dalam kepustakaan (sumber bacaan, buku-buku referensi atau hasil penelitian lain.
E. Teknik Analisis Data
Menurut Hasan (2002:97), analisa data adalah ”Proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data”.
Analisis data yang digunakan penulis dalam pembahasan berupa data deskriftif kualitatif dengan mengambarkan kejadian di lapangan dengan data dan fakta yang diperoleh. Setelah semua data dan keterangan baik (fakta-fakta dan catatan-catatan) yang diperlukan melalui proses teknik pengumpulan data selanjutnya langkah yang dilakukan penulis adalah mengolah, menganalisa dan merincikan data tersebut dengan berpedoman pada literatur dan landasan teori-teori yang telah ada sebagai bahan pertimbangan terhadap masalah yang diambil untuk diteliti. Dan dengan hasil analisa data tersebut kemudian akan ditarik kesimpulan.

BAB III
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Sejarah Terbentuknya KP3 Pontianak
Kantor Pelayanan pajak Kota Pontianak merupakan salah satu instansi pemerintah dibawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia dalam menangani penerimaan Negara yang berasal dari pajak dan berkedudukan di Pontianak. Departemen Keuangan Republik Indonesia membawahi beberapa Direktorat Jenderal dan Inspektorat Jenderal yaitu :
1. Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan
2. Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan
3. Direktorat Lembaga Keuangan
4. Direktorat Jenderal Perbendaharaan
5. Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara
6. Direktorat Jenderal Pajak
7. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
8. Badan Pengawas Pasar Modal
9. Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan dan Kerjasama Internasional
10. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
Sejak jaman Belanda Kantor Pajak sudah berdiri dengan nama Inspectitie Van Financien (IF). Pada Jaman Jepang, nama tersebut berubah menjadi Zeisushoco berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan (KIK). Pada tahun 1974 nama tersebut diganti lagi menjadi Kantor Inspeksi Pajak (KIP). Kantor Inspeksi Pajak mempunyai 3 tipe, yaitu :
a. Tipe A (untuk wilayah propinsi)
b. Tipe B1 (untuk wilayah kota madya)
c. Tipe B2 (untuk wilayah kabupaten)
Nama Kantor Inspeksi Pajak pada tanggal 1 april 1989 diubah lagi menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Sesuai dengan perubahan tersebut, maka Kantor Pelayanan pajak dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :
a. Tipe A (KPP Pusat dengan Jumlah struktur organisasi 9 seksi)
b. Tipe B (KPP Kota Madya dengan jumlah struktur organisasi 7 seksi)
c. Tipe C (Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan)
Menurut Keputusan menteri Keuangan Nomor : 516/KMK/01/1992 tanggal 21 mei 1992, surat edaran dirjen pajak No. 154/PJ.11.3/1992 tanggal 13 Agustus 1992 selanjutnya Kantor Pelayanan Pajak kembali sehingga yang ada hanya tipe A.
Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor : KEP-195/PJ/2008 Tanggal 27 November 2008 Kantor Pelayanan Pajak berubah Menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak.
Adapun perubahan nama Seksi di KPP Pratama Pontianak adalah Sebagai berikut:
1. Seksi Sub Bagian Umum
2. Seksi Penagihan
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
4. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III
7. Seksi Pemeriksaan
8. Seksi Pelayanan
9. Seksi Ekstensifikasi
10. Fungsional
B. Struktur Organisasi
Kantor Pelayanan Pajak adalah unsur Direktorat Jendral Pajak Didaerah yang mempunyai fungsi atau tugas menghimpun dana dari masyarakat kedalam Anggaran Pandapatan dan Belanja Negara, berdasarkan ketentuan-ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.
Dasar pemungutan pajak di atur dalam undang-undang perpajakan diantaranya adalah:
1. UU No.6 Tahun 1983 yang telah di ubah dan di tambah dengan UU No.9 Tahun 1994 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah di ubah dan di tambah dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2. UU No.7 Tahun 1983 yang telah di ubah dan di tambah dengan UU No. 10 Tahun 1994 tentang pajak penghasilan dan di ubah dan di tambah kembali dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan.
Adapun bentuk Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak di Pontianak adalah sebagai berikut:


Gambar 3.1
Stuktur Organisasi
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak





















Sumber data : KPP Pratama Pontianak



29

C. Perincian Tugas Kantor Pelayanan pajak Pratama Pontianak

Dalam suatu instansi, terdapat bagian- bagian atau seksi-seksi yang mempunyai tugas yang berbeda-beda dan saling keterkaitan atau berhubungan erat satu sama lain, begitu pula di dalam Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak yang mempunyai tugas-tugas yang berbeda, adapun tugas-tugas tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Mengkoordinir seluruh kegiatan-kegiatan yang ada dalam instansinya.
b. Sub Bagian Tata Usaha
Mengkoordinir tugas-tugas pelayanan kesekretariatan dengan cara mengatur kegiatan tata usaha dan kepegawaian.
c. Tugas Sub Bagian Umum.
1. Mengkoordinasikan penyusunan rencana sub bagian tata usaha.
2. Mengkoordinasi pengurusan surat masuk dan mengarahkannya sesuai dengan seksi pengolahannya dan pengurusan surat keluar dari lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak.
3. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas tata usaha kepegawaian, keuangan serta sumah tangga untuk menunjang kelancaran tugas KPPP.
4. Mengkoordinasikan penataan berkas arsip umum di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak.
d. Tugas Seksi Pengolahan data dan Informasi
1. Mengkoordinasikan dan mengawasi penyusunan rencana Kerja seksi pengolahan data informasi
2. Mengkoordinasikan dan mengawasi pengumpulan data potensial perpajakan.
3. Mengkoordinasikan dan mengawasi penatausaan data-data yang masuk dan data-data yang keluar sebagai bahan pengolahan dan penyajian informasi perpajakan.
4. Mengkoordinasikan dan mengawasi pemecahan, pengelompokan, penyortiran dan pengidentifikasian data perpajak untuk menyajikan informasi perpajak yang diperlukan.
e. Tugas Seksi Pelayanan
1. Mengkoorniasikan penyelesaian permohonan pendaftaran wajib pajak dan pengusaha kena pajak
2. Mengkoordinasikan penyelesaian permohonan penghapusan NPWP dan pencabutan pengukuhan PKP
3. Mengirim dan menerima blangko-blangko SPT Tahunan
f. Tugas Seksi Pengawasan dan Konsultasi
1. Menatausahakan dokumen masuk di seksi pengawasan dan konsultasi
2. Menyelesaikan Permohonan Keberatan pajak, Pembetulan Ketetapan Pajak, maupun pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak
3. Memberikan layanan tentang permintaan perubahan tahun buku pertama, permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB), Layanan permintaan Pemusatan PPN dan Penyelesaian pemberian ijin Pembubuhan Tanda Bea Materai Lunas.
4. Memberikan Layanan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak .
5. Menetapkan wajib pajak patuh, pemutahirtan profil WP.
g. Tugas seksi Ekstensifikasi.
1. Melakukan pemprosesan dan penatausahaan dokumen masuk di seksi ekstensifikasi
2. Melakukan pendaftaran atas objek pajak baru, menerbikan surat himbauan untuk ber-NPWP
3. Melakukan pencarian data dalam rangka pembuatan monografi fiscal
4. Melakukan penilaian individual Objek PBB



h. Tugas Seksi Pemeriksaan
1. Melakukan pemprosesan dan penatausahaan dokumen masuk di seksi pemeriksaan
2. Menyelesaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
3. Menatausahakan laporan pemeriksaan pajak (LPP) dan Nota Penghitungan (Nothit).
i. Tugas Seksi Penagihan
1. Memantau besarnya tunggakan Pajak
2. Menertibkan serta menyampaikan surat teguran, surat paksa kepada wajib pajak yang belum melunasi hutang pajaknya.
3. Melakukan penyitaan terhadap barang-barang milik wajib pajak baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak guna melunasi hutang-hutang pajaknya.
j. Seksi Tata Usaha Perpajakan
a. Melakukan urusan tata usaha perpajakan
b. Mengadministrasikan pendaftaran wajib pajak
c. Mengirim surat pemberitahuan tahunan dan ketetapan pajak.
D. Tata Cara Pembayaran SPT Tahunan
Pembayaran SPT Tahunan merupakan kewajiban yang dilaksanakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan, adapun tata cara pembayaran meliputi :
1. Bagi Wajib Pajak PPh untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang terutang untuk melaporkan tentang :
a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak.
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak.
c. Harta dan kewajiban
2. Mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang.
3. Laporan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam 1 Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
4. Laporan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 Masa Pajak.
5. Wajib Pajak dapat memperoleh SPT di Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan penyuluhan pajak.
6. Cara Pengisian SPT dan yang menandatanganinya, SPT harus diisi secara benar, jelas, lengkap, dan harus ditandatangani oleh Wajib Pajak. Dalam hal SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan WP, harus di lampiri surat kuasa khusus.
7. Batas waktu pelunasan setoran akhir kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir, sebelum SPT Tahunan di sampaikan.
8. Prosedur penyampaian SPT, SPT disampaikan secara langsung atau melalui Pos secara tercatat ke KPP/Kapenpa setempat.
9. Syarat-syarat permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan :
a. Permohonan tersebut harus diajukan secara tertulis sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir.
b. Memberikan pernyataan tertulis tentang besarnya pajak yang harus dibayar berdasarkan penghitungan sementara.
c. Melunasi kekurangan penyetoran pajak yang terutang.
10. SPT yang tidak disampaikan atau tidak sesuai sampai batas waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda:
a. Rp. 500.000,00 untuk SPT masa
b. Rp. 100.000,00 untuk SPT Tahunan

11. Syarat bagi Wajib Pajak untuk dapat membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh, Wajib Pajak dapat membetulkan sendiri SPT Tahunannya :
A. Sebelum dilakukan pemeriksaan dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak:
a. Menyampaikan pernyataan secara tertulis
b. Melunasi pajak yang kurang bayar
c. Ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT.
B. Sesudah dilakukan tindakan pemeriksaan :
a. Sepanjang belum dilakukan tindakan. Penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak
b. Mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut
c. Melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang
d. Ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar dua kali jumlah pajak yang kurang bayar
C. Sesudah jangka waktu pembetulan SPT berakhir :
a. Belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
b. Mengungkapkan laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan, yang mengakibatkan:
1. Pajak yang harus dibayar jadi lebih besar atau
2. Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil, atau jumlah harta menjadi lebih besar, atau jumlah modal menjadi lebih kecil.
3. Melunasi kekurangan pajak yang kurang bayar
4. Ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% ( lima puluh persen) dari pajak yang kurang bayar.

BAB IV
PEMBAHASAN MASALAH

A. Analisa Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Penyampaian SPT di Kota Pontianak

System pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia menurut Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan Nomor 28 Tahun 2007 perubahan ke tiga atas Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 dan Undang – Undang No 16 Tahun 2000 adalah dengan menggunakan system “ Self Assesment “ dimana Wajib Pajak diberi kekuasaan dan keleluasaan untuk mengitung serta melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Dengan menggunakan system ini Pemerintah mengharapkan kejujuran Wajib Pajak dan kebenaran dalam melaporkan serta menyampaikan SPTnya kepada Kantor Pelayanan Pajak. Menggingat bahwa selama ini Negara begitu mengharapkan agar pendapatan di sector pajak semakin besar maka berbagai upaya pun dilakukan untuk mencapai hal tersebut, terutama untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPTnya Pemerintah pun mengambil kebijakan - kebijakan yang dengan sendirinya kebijakan ini berfungsi agar Wajib Pajak lebih patuh lagi dalam menyampaikan SPTnya kepada Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak Tersebut terdaftar.
Adapun kebijakan tersebut dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Kebijakan dari dalam atau (Internal), dan
2. Kebijakan dari luar atau (eksternal).
Kebijakan - kebijakan tersebut diharapkan mampu menggugah para Wajib Pajak untuk lebih patuh lagi dalam menyampaikan kewajiban perpajakannya kepada Negara.
1. Kebijakan internal
Kebijakan internal dilaksanakan lebih kepada kemampuan meningkatkan Moral, Etika, serta Integritas aparat yang bekerja di Kantor Pelayanan pajak, berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa jika di dalam Kantor Pelayanan Pajak memberikan Fasilitas kepada pegawainya dalam melaksanakan kewajiban agamanya masing – masing dengan melaksanakan kegiatan di bidang keagamaan serta meningkatkan kegiatan keagamaannya.
Kebijakan tersebut antara lain :
1. Bagi yang beragama islam :
a. Sholat Dzuhur dan Azhar secara berjamaah dan dilengkapi dengan Kultum, serta;
b. Buka puasa bersama para pegawai
2. Bagi yang beragama non muslim :
a. Melaksanakan paskah bersama dengan penyejuk iman dari pastor maupun pendeta, serta :
b. Melaksanakan natal bersama para pegawai.
3. Meningkatkan disiplin, dedikasi, dan kejujuran dengan tidak mendatangi atau memeriksa Wajib Pajak tanpa surat tugas serta menjauhkan diri dari tindakan tidak terpuji.
Kebijakan lainnya yang tidak kalah penting untuk dilaksanakan adalah sebagai berikut :
A. Melakukan konsolidasi internal, dengan membuat layanan pengaduan masyarakat.
Memberikan hadiah atau Reward yaitu penghargaan kepada para pegawai yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik dan memberikan sanksi yang tegas kepada pegawai yang sering melalaikan tuganya dalam melayani Wajib Pajak.
B. Melaksanakan penyuluhan, dialog perpajakan, dan membuat e-sistem.
Memasang pengumuman ditempat Pelayanan, semua formulir di sediakan secara Cuma –Cuma, Road show Future, pelaksanaannya dengan cara, Media massa, Banner, famplet, serta akses pajak di www.pajak.go.id secara online.
C. Melakukan pemeriksaan dengan korespodensi ( audit by correspondence) guna menghindari persinggungan antara petugas pajak dengan wajib pajak.
Pada dasarnya dilakukan tanpa persinggungan antara pemeriksa dengan wajib pajak yang dilakukan dengan komunikasi melalui pos secara tercatat. Semua sanggahan, permintaan, data serta bukti, jawaban fiskus dan wajib pajak, sehingga tidak akan terjadi pertemuan secara fisik antara Fiskus dengan Wajib Pajak.

D. Pelayanan kepada Wajib Pajak
a. Dilakukan dengan cara memudahkan memberikan informasi pelayanan dan kemudahan pelayanan melalui pembentukan e-sistem, menyampaikan Surat Pemberitahuan secara elektronik (efiling) yaitu on-line dan real time.
b. Kemudahan informasi
Seperti pelayanan penyediaan kotak pos, dan website
c. Conseling ( wajib pajak di panggil) karena terindikasi melaporkan SPT secara tidak benar.
2. Kebijakan Eksternal meliputi:
a. Sosialisasi
Sosialisasi dilaksanakan secara merata sampai ketingkatan paling bawah, selama ini sosialisasi hanya menyentuh kalangan menengah keatas dan masyarakat perkotaan, hal ini perlu melibatkan aparatur pemerintah daerah dari Gubernur, Walikota, Bupati, serta Camat, sehingga dapat menekan biaya sosialisasi yang cukup tinggi.
b. Pengawasan terhadap kewajiban perpajakan yang meliputi:
1. Pembentukan bank data pajak:
a. SPT Wajib Pajak
b. Lawan transaksi dari SPT wajib pajak


2. Penegakan hukum
Untuk membuat kesadaran agar Wajib Pajak patuh dalam menyampaikan SPTnya perlu ada hukum yang mengatur di antaranya:
a. Pemeriksaan
b. Tindakan dilakukan oleh fiskus dalam rangka melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak, untuk mencari bahan-bahan dalam menetapkan jumlah Wajib Pajak yang terutang dan jumlah pajak yang harus di bayar.
3. Pencegahan
Adalah tindakan pelarangan yang bersifat tidak tetap (sementara) terhadap penunggak pajak tertentu untuk keluar dari wiayah NKRI, berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan aturan yang berlaku, adapun pencegahan tersebut adalah sebagai berikut:
Pencegahan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp. 100.000.000,00 ( seratus juta rupiah) serta keraguan untuk itikad baiknya dalam melunasi utang pajak, pencegahan terhadap penunggak pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak. Keputusan pencegahan yang di terbitkan oleh Menteri atas permintaan pejabat atau atasan pejabat yang bersangkutan memuat sekurang-kurangnya :
- Identitas penanggung pajak yang dikenakan pencegahan
- Alasan untuk melakukan pencegahan
- Jangka waktu pencegahan.
4. Penyidikan
Tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti sehingga barang bukti tersebut membuat terang tindak pidana dibidang yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
5. Penyanderaan
Merupakan salah satu upaya penagihan pajak yang wujudnya berupa pengekangan sementara waktu terhadap kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya pada tempat tertentu. Agar penyanderaan tidak dilakukan secara sewenang-wenang dan juga tidak bertentangan dengan rasa keadilan bersama, maka diberikan syarat-syarat tertentu, baik syarat yang bersifat kuantatif, yakni harus memenuhi hutang pajak dalam jumlah tertentu, maupun syarat yang bersifat kualitatif, yakni diragukan itikad baik Penanggung Pajak dalam melunasi utang pajak, serta telah dilaksanakan penagihan pajak sampai dengan Surat Paksa. Dengan demikian, Pejabat mendapatkan data atau informasi yang akurat yang diperlukan sebagai bahan pertimbangan untuk mengajukan permohonan izin penyanderaan. Penyanderaan hanya dilaksanakan secara selektif dan merupakan upaya paling akhir.
6. Wajib Pajak
Menurut Mardiasmo Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan di tentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak dan pemotong pajak tertentu. Adapun kewajiban dan hak wajib pajak adalah :
Kewajiban :
a. Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
b. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
c. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar
d. Mengisi dengan benar SPT ( SPT dapat diambil sendiri), dan dimasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan
e. Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan
f. Jika diperiksa wajib :
1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang di peroleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek pajak yang terutang
2. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan member bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
g. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang dimita, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
Hak wajib pajak :
1. Mengajukan surat keberatan dan surat banding
2. Menerima tanda bukti pemasukan SPT
3. Melakukan pembetulan SPT yang telah di masukkan
4. Mengajukan permohonan penundaan pemasukkan SPT
5. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak
6. Mengajukan permohonan penghitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak
7. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak
8. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah
9. Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya
10. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak
11. Mengajukan keberatan dan banding.
Dari pemaparan teori di atas ternyata untuk realisasinya terhadap Wajib Pajak justru berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada, meskipun ada sebagian Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas yang ada tetapi ternyata masih ada juga wajib pajak yang tidak mengetahui hak dan kewajibannya, ketika mereka telah mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP ( Nomor Pokok Wajib Pajak ) ternyata mereka justru tidak mengetahui apa yang harus mereka perbuat dan apa saja yang menjadi hak serta kewajiban mereka, hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman Wajib Pajak akan hak dan kewajiban perpajakan yang selama ini telah dibuat.
Oleh sebab itu Wajib Pajak berharap agar Kantor Pelayanan Pajak lebih proaktif lagi untuk menginformasikan serta memberi pemahaman yang mendetil kepada Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak bisa mengerti dan memahami akan pentingnya membayar pajak. Selain itu pula yang diharapkan wajib pajak adalah adanya informasi yang jelas tentang penggunaan anggaran yang berasal dari pajak, karena Wajib Pajak ingin agar apa yang mereka setorkan itu benar – benar di gunakan untuk pembangunan di semua bidang.


B. Hambatan – Hambatan Yang dihadapi Oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak Dalam Rangka Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilannya.

Prof. Dr. Rochmat Soemitro, mendefinisikan bahwa pajak adalah iuran wajib kepada Negara berdasarkan Undang-Undang (dapat dipaksakan), yang langsung dapat di tunjuk dan digunakan untuk membiayai pembangunan. Jika melihat definisi tersebut diatas maka sebenarnya bahwa yang berperan penting didalam pemenuhan kebutuhan pembangunan di Indonesia, adalah dari hasil pembayaran pajak yang dilakukan oleh masyarakat kepada Negara tetapi saat ini banyak sekali masyarakat yang merasa sangat terbebani dengan membayar pajak.
Dengan terbebaninya rakyat dalam membayar pajak tersebut ini menimbulkan reaksi atau tantangan yang secara langsung berdampak kepada Wajib Pajak itu sendiri antara lain:
1. Tingkat kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan secara umum masih sangat rendah, hal ini disebabkan karena masih awamnya Wajib Pajak dalam hal pengetahuan tentang Perpajakan itu sendiri sehingga menimbulkan ketidaktahuan Wajib Pajak akan arti penting pembayaran pajak yang mereka bayar.
Pada tabel 4.1 berikut ini merupakan jumlah Wajib Pajak Yang melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan).

Tabel 4.1
Data Pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak
Tahun 2007 – 2009

No Tahun Wajib Pajak Terdaftar Wajib Pajak Yang Melaporkan SPT Persentase (%)
1 2007 29.789 8.430 28.29
2 2008 45.999 19.914 43.29
3 2009 96.023 17.494 18.21
Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak 2010
Tabel 4.1 di atas sangat jelas terlihat bahwa persentase pelaporan SPT Tahunan mengalami penurunan, yaitu pada tahun 2008 adalah 43.29% terjadi kenaikan sebesar 15.00% dari 28.29%, sedangkan pada tahun 2009 selisih penurunan sangat signifikan yaitu 18.21% dari 43.29%, dari pelaporan SPT Tahunan tersebut untuk jumlah wajib pajak yang terdaftar mengalami peningkatan yang begitu besar setiap tahunnya.
2. Pada tahun 2008 Pemerintah membuat kebijakan Sunset Policy, kebijakan tersebut bertujuan menyadarkan masyarakat agar lebih taat lagi melaporkan kewajiban perpajakannya, tetapi setelah kebijakan tersebut dijalankan ternyata berhasil. banyak masyarakat yang mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, tetapi setelah memperoleh NPWP ternyata masyarakat yang telah menjadi Wajib Pajak tersebut tidak memahami hak dan kewajibannya sehingga meskipun jumlah Wajib Pajak bertambah tetapi yang melaporkan SPTnya menurun.
3. Wajib Pajak cenderung berpandangan lebih baik tidak bayar daripada bayar, keenganan membayar pajak tersebut diakibatkan masih banyaknya tahapan-tahapan dan proses yang mereka hadapi yaitu menghitung, menyetorkan dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya (Self Assesment ) hal tersebut membuat wajib pajak menjadi enggan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya karena tahapan – tahapan dan proses – proses tersebut dinilai terlalu menyita waktu.
4. Keengganan Wajib Pajak untuk datang secara langsung ke kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak, hal tersebut di dasari karena mereka takut jika jumlah hartanya diketahui oleh Pihak Kantor Pelayanan Pajak yang secara dengan sendirinya jumlah pajak yang akan mereka bayar menjadi lebih besar, sehingga mereka lebih mempercayakan kepada pihak ke 2 dalam hal melaporkan kewajiban perpajakannya.
Dari paparan diatas terlihat jelas bahwa sebenarnya yang menjadi peranan penting dalam peningkatan jumlah penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi adalah adalah Kantor Pelayanan Pajak, Kebijakan – kebijakan yang telah di buat oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak ternyata mampu membuat Wajib Pajak tergugah sehingga mereka mau mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ), tetapi dengan banyaknya masyarakat yang mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP tidak dibarengi dengan jumlah wajib pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuannya ( SPT ), sehingga ini menjadi suatu pekerjaan rumah bagi Kantor Pelayanan Pajak Pontianak untuk lebih meningkatkan kualitas kerja.


C. Bagian-bagian yang terkait dalam meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Melaporkan SPT Tahunan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak.
Pelaksanaan dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak untuk Pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) juga melibatkan bagian-bagian dalam lingkungan Direktorat Jendral Pajak (DJP) terutama Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak. Adapun bagian – bagian yang berperan dalam upaya-upaya penigkatan kepatuhan Pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi antara lain:
1. Seksi Tata Usaha Perpajakan ( TUP)
Koordinasi dalam penyelesaian permohonan Pendaftaran Wajib Pajak proses dalam permohonan dan pencabutan NPWP.
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi ( PDI)
Pengumpulan data potensial perpajakan untuk dijadikan sebagai informasi perpajakan yang diperlukan oleh wajib pajak dalam Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT).
3. Seksi Pajak Penghasilan Badan dan Perseorangan ( Orang pribadi ).
Verifikasi atas Surat Pemberitahuan Masa dan Tahunan Pajak Penghasilan Perorangan.



4. Seksi Penagihan
Pemantauan atas besarnya jumlah tunggakan pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan kemudian melakukan penagihan dengan surat paksa, dan penyitaan barang milik Wajib Pajak.
Dari hasil pengetahuan penulis dalam penelitian ini, bahwa bagian/seksi tersebut yang sangat berperan dalam upaya – upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak untuk melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) dengan masing-masing tugas yang telah di tentukan.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian – uraian mengenai Analisa Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Penyampaian SPT di Kota Pontianak di atas penulis membuat suatu kesimpulan sebagai berikut :
1. Kebijakan Internal Dan eksternal merupakan salah satu upaya guna peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya seperti pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan ( SPT Tahunan ).
2. Kurangnya kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan sehingga tingkat pelaporan SPT Tahunan mengalami penurunan, tetapi jumlah Wajib Pajak yang mendaftarkan diri mengalami peningkatan setiap tahunnya.
3. Bagian yang sangat terkait dari Analisa Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Penyampaian SPT di Kota Pontianak, bagian/seksi tersebut terbagi 4 ( empat ) yang masing – masing mempunyai tugas sesuai dengan tugas pokok masing – masing.
4. Langkah – langkah tersebut di atas merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi, sehingga di harapkan hasilnya dapat memuaskan dan berkontribusi kepada peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak serta lebih mudah menjadi pengawas dan penegakan hukum.
5. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak kepada Wajib Pajak yang menjadi penggerak utama dalam pembangunan.
B. SARAN
Berdasarkan uraian kesimpulan yang penulis kemukakan tentang Analisa Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Penyampaian SPT di Kota Pontianak, maka dalam hal ini penulis memberikan masukan yang sekiranya dapat membangun antara lain:
1. Kejelasan dan kefalidan informasi dalam setiap pelaporan Surat Pemberitahuan ( SPT ) ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak akan sangat membantu Pemerintah guna terselenggaranya pelayanan yang maksimal kepada Waji Pajak.
2. Kebijakan – kebijakan yang dibuat harus dapat menjadi motor penggerak dalam pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan ( SPT Tahunan ) sehingga dalam melaporkan SPTnya Wajib Pajak selalu sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.
3. Dalam rangka pencapaian tujuan secara maksimal yaitu semakin tingginya tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam Melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunannya ( SPT Tahunan ), maka tingkat kedisiplinan pegawai menjadi hal utama yang harus di benahi dengan menerapkan kedisiplinan dari Pimpinan sampai kepada Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak, sekaligus menghilangkan efek negative dalam memenuhi kewajiban melaksanakan tugasnya.
4. Peningkatan pelayanan yang maksimal kepada Wajib Pajak
5. Peningkatan sosialisasi kepada masyarakat yang lebih gencar hingga sampai ke Kabupaten – Kabupaten.